Manusia dan alam semesta adalah sesuatu hal yang tidak bisa dipisahkan, jika alam semesta ini tidak ada maka begitu pula dengan manusia. Untuk itu manusia sangatlah bergantung dengan alam semesta. Manusia bergantung dengan makanan, minuman, air, udara, tanah, sinar matahari juga hal-hal yang kadang tidak dipedulikan sebelumnya. Sayangnya, manusia saat ini cenderung tidak bisa menjaga alamnya padahal bumi yang saat ini ditempatinya adalah tempat beraktivitas selama hidup. Jika manusia terus menerus merusak alam seperti membuang sampah sembarangan hingga menyebabkan kebanjiran, membakar hutan-hutan untuk kepentingan penguasa yang ingin menjadikan kawasan mall bencana akan bermunculan. Hal-hal seperti ini adalah hasil perbuatan manusia sendiri, tetapi ada beberapa kelompok yang mengatakan ketika bencana datang itu adalah salah satu jenis “kemarahan Tuhan”.
Lagi-lagi manusia dibodohi oleh kalimat yang sebenarnya mereka tidak mengerti. Mereka berpikir jika Tuhan adalah sosok yang sama sifatnya seperti manusia yaitu ketika dikecewakan maka dia akan membalas dengan sikap yang jauh tidak baik. Saya pikir pemikiran kemarahan Tuhan yang dituangkan melalui bencana alam adalah salah satu bentuk ajaran pembodohan atas ketidak-tahuan masyarakat. Sebagai manusia seharusnya bisa menjaga tempat tinggal sebaik-baiknya untuk generasi selanjutnya. Sejatinya manusia dan alam adalah hal yang saling terikat satu sama lain. Manusia memang selalu mudah terikat tidak hanya dengan alam tetapi mereka pun terikat antara manusia dengan manusia lainnya.
Timbulnya keterikatan kadang membuat penderitaan, semakin kita terikat akan suatu hal maka akan semakin menderita-lah kita. Salah satu contohnya adalah masyarakat Indonesia terikat dengan nasi, ketika mereka memakan lauk-pauk tidak menggunakan nasi maka hal tersebut tidak bisa dikatakan mereka sudah makan dan merasakan kenyang. Hal yang begitu mudah membuat manusia rapuh adalah ketika mereka terikat dengan manusia lainnya. Contoh yang sangat mudah yaitu sepasang sekasih yang sedang jatuh cinta.
“Jika jatuh cinta itu buta, berdua kita akan tersesat, saling mencari di dalam gelap. Kedua mata kita gelap-lalu kita gelap-hati kita gelap-lalu hati kita gelap.”- ERK
Salah satu petikan lagu Efek Rumah Kaca yang berjudul Jatuh Cinta Itu Biasa Saja menurut saya adalah sebuah lirik yang pas untuk generasi muda saat ini yang cenderung berlebihan ketika mendapatkan sensasi jatuh cinta. Lewat lagunya ERK mengajak para generasi muda untuk tidak selalu menggebu ketika jatuh cinta karena hal-hal seperti itu bisa dibentuk menjadi sebuah hal yang biasa. Ketika dua insan sedang jatuh cinta, mereka bisa belajar tidak hanya proses jatuh cintanya saja yang dinikmati tetapi mereka bisa belajar untuk saling menghidupi jiwa satu sama lain. Menghidupi kepekaan untuk membangkitkan hal-hal yang harus diperbaiki di dalam diri maupun lingkungan sekitar. Menghidupi supaya cahaya dalam hati yang redup menjadi bersinar dan menjadi pelita bagi kehidupan.
Anak muda yang sedang merasakan jatuh cinta memang indah rasanya, tetapi mereka harus belajar keseimbangan ketika merasakan rasa jatuh cinta. Untuk bisa mengontrol rasa-rasa yang begitu meledak dalam diri memang tidak mudah, tetapi hal ini sangat diperlukan untuk terhindar dari rasa kecewa. Jika kelompok agama melarang pacaran karena berdosa dan dilarang oleh Tuhannya, untuk saya pacaran itu bukanlah hal yang buruk. Pacaran hanya sebuah istilah yang sama artinya dengan “belajar memahami karakter seseorang lebih dalam”. Istilah pacaran atau belajar memahami ini telah salah digunakan oleh masyarakat. Pacaran telah dibingkai sebagai perilaku yang penuh maksiat, dosa dan merusak moral, padahal jika setiap orang merubah bingkai tersebut proses saling memahami ini bisa menjadi sangat indah dan positif. Mereka bisa saling belajar saling menghargai dan mengasihi.
Konsep pacaran jaman edan adalah ketika setiap insan saling melekat satu sama lain dan tidak lagi di ikuti oleh logika. Mereka cenderung mengikuti ego sebagai manusia, yaitu INGIN MEMILIKI. Setiap manusia memiliki rasa “ingin memiliki” tetapi ketika rasa ingin memiliki itu begitu kuat mereka akan melakukan apapun untuk mencapai keinginannya. Penguasa yang ingin memiliki kekayaan Indonesia akan melakukan berbagai cara untuk bisa menguasai negara ini, misalnya masuk dengan mengubah kebudayaan Indonesia dengan menanamkan kebudayaan negaranya. Seorang ibu yang merasa memiliki anaknya karena anak tersebut telah lahir dari dalam dirinya, maka rasa memiliki yang ditanamkan untuk anaknya begitu besar misalnya si anak harus tumbuh menjadi apa yang dirinya mau, tanpa memahami bagaimana karakter si anak yang sebenarnya.Maka si anak akan merasa tidak nyaman di rumah dan merasa dikekang.
Pernah dengar kan anak muda yang bunuh diri hanya karena putus cinta? Ya itu adalah salah satu jenis kemelekatan yang ekstrim. Ketika putus cinta seakan-akan dunia-nya hancur dan tidak akan ada lagi kebahagiaan yang didapatkan. Tidak setiap proses perpisahan adalah hal yang menyakitkan, dari proses terjatuh tersebut seharusnya bisa dijadikan bahan pembelajaran diri dan menjadikan diri menjadi jauh lebih kuat dan bijak untuk menghadapi segala sesuatu kedepannya.
Sebagai manusia kita memang tidak bisa menghakimi jika belajar memahami adalah hal yang buruk. Tetapi, kita harus membuka kesadaran bahwa setiap manusia harus bisa mencintai dirinya sendiri . Untuk itu manusia harus bisa belajar seimbang dalam setiap langkah yang diambil dalam hidupnya. Seorang bisku romo berkata pada saya:
“Sesuatu yang melekat pasti tidak nyaman apalagi ruang dan waktunya tidak tepat. Sebenarnya yang dibutuhkan manusia itu kedekatan bukan kemelekatan. Dekat belum tentu melekat. Melekat pun tidak harus pada yang dekat.Jika berjalan pun kaki kiri dan kanan selalu ada jarak. Bayangkan jika kedua kaki ini berjarak terlalu dekat atau terlalu jauh, pasti tidak nyaman melangkahnya.” ujar Satria Arya
Banyak manusia yang sudah cocok dengan pasangannya tetapi ketika mereka dikecewakan karena perbuatan pasangannya tidak sesuai apa yang di inginkan maka penderitaan yang didapatkan. Untuk itu, konsep saling memahami karakter seseorang lebih dalam bisa dicoba dengan aturan tidak perlu melekat tetapi cukup dekat dan dibuat menjadi seimbang. Ketika kita dekat dengan seseorang bukan berarti seseorang tersebut harus selalu menjadi apa yang kita inginkan. Setiap orang memiliki tujuan dalam hidupnya dan tentunya sebagai salah seorang yang paling dekat dengan pasangan sebaiknya kita saling menghargai tujuan satu sama lain tanpa membebaninya.
“Kita tidak bisa menolak akan turunya hujan. Tapi kita punya pilihan mau kehujanan atau hujan-hujanan. Payung dan jas hujan sudah tersedia. Begitu pula dengan suka ataupun duka yang jika itu milik kita akan datang pada kita. Masalah kita ingin terus duka atau ingin terus suka tentu pilihan kita. Tapi saya punya keyakinan suka dan duka tidak akan bisa bertahan lama. Sebagai manusia untuk bisa mengimbangi antara suka dan duka itu sudah lebih baik. ” ujar Satria Arya
Belajar menajdi seimbang memang bukanlah hal yang mudah, perlu kesabaran dan komitmen yang kuat untuk menjalaninya. Untuk itu kita sebagai manusia bisa belajar untuk tidak selalu membuntuti pasangan kita, setiap pasangan kita bisa belajar mengenal satu sama lain dan menebarkan kebaikan tanpa adanya tuntutan apapun. Biarkan alam membawa perjalanan yang indah ini menjadi sebuah dongeng yang menarik untuk dibaca. Walaupun setiap pasangan menginginkan setiap proses itu menjadi sebuah tujuan yang lebih sakral tetapi dengan mencoba belajar seimbang jika ditengah perjalanan terjadi hal yang tidak diinginkan maka kekecewaan tidak akan berlama-lama singgah di dalam pikiran kita. Karena kita paham bahwa segala suatu hal memang tidak bisa dipaksakan dan tentunya perjalanan yang dianggap menyakitkan akan membawa kita ke jalan yang lebih baik dan hal ini terjadi untuk alasan yang baik.
So, Find your balance!